Rabu, 21 September 2011

Direktur HCGA Kick Off Pembentukan Satgas e-Health Business Project


Serius merambah bisnis e-Health, Telkom terus mengembangkan berbagai layanannya. Hal ini tentu saja untuk mengisi ceruk pasar yang ada.

Senin (19/9). Bertempat di Aula Pangeran Kuningan, Grha Citra Caraka Jakarta, telah dilaksanakan acara Kick Off Pembentukan Satgas e Health Business Project. Dalam kesempatan itu hadir Direktur HCGA, Faisal Syam, serta para senior leaders unit terkait, serta hadir perwakilan anak perusahaan di antaranya Admedika, Metra, Metranet dan Sigma.

Dalam kesempatan itu, Direktur HCGA menyerahkan SK team Satgas e-Health Project, masing masing kepada Saiful Hidata sebagai KA Probis e-Health, Agung Sutanto Adi Susetyo sebagai Koordinator Partnership & Solution, lalu kepada Idoel Fitri Rahayu, sebagai PM ADM, dan Hesti Nugrahani sebagai Koordinator Presales & Support. Dalam arahannya, Faisal mengharapkan bahwa fokus dari project ini adalah untuk ekspansi pada segment e-Health lainnya, di antaranya melalui kegiatan inkubasi inisiatif program e-Health seperti e-Refferal, e-Health Record, e-Medical Record, e-GP, e Pharmacy, Advance HIS, Advanced e-Claim dan sebagainya.

“Diharapkan satgas bisnis project e-health ini dapat menjalankan fungsinya dengan maksimal, sehingga apa yang menjadi tujuan dapat terlaksana, demi kejayaan Telkom Group,” jelasnya. Selain menjawab tantangan yang diberikan stake holders, Satgas Probis eHealth juga dibentuk agar mengembangkan Referral System untuk rumah sakit rujukan dan menyediakan solusi terintegrasi untuk sistem eClaim Jamkesmas. Satgas e-Health sendiri bertekad menyediakan platform sistem pertukaran informasi kesehatan (Healthcare Information Exchange) yang terintegrasi beserta portfolio service di atasnya.

Satgas eHealth sendiri disupervisi oleh eHealth Governance Body yang terdiri dari Direktur ITSS, Direktur EWS, Dirut Metra dan Direktur Yakes. Dalam melaksanakan tugasnya, Satgas dibantu oleh Tim Virtual yang merupakan kolaborasi unit-unit fungsional terkait, yaitu: SICP, Netop, Divisi Multimedia, DIVES, DBS, RDC, ISC, Synergy, Metra, Metranet, Admedika, Yakes dan TelkomSigma. ***


Selasa, 20 September 2011

DBSR 2 Adakan Seminar Sehari Smart Hospital di Makassar


Divisi Business Service Regional 2 melaksanakan seminar sehari, Kamis (12/5) di Hotel Horison, jalan Jenderal Sudirman No.26 Makassar. Kegiatan tersebut dihadiri 62 undangan perwakilan dari 31 Rumah Sakit dari Kota Makassar, Pare-pare, Palu dan Manado. Tampak hadir dalam acara ini Deputy GM BDR 2, Gunawan Rismayanti serta para Senior Leader Telkom Makassar sedang dari pejabat eksternal hadir Direktur RS. Daya, Dr. Hj.St. Saenab, Nb, Mkes.

Pada pembukaannya, Deputy GM DBS Reg-2, Gunawan Rismayadi menyampaikan bahwa perubahan porto folio bisnis Telkom dari Telekomunikasi menjadi TIME, konsekuensinya Telkom harus mampu menyediakan solusi untuk berbagai konunitas bisnis salah satu di antaranya adalah Rumah Sakit.

Acara dibuka secara resmi oleh Walikota Makassar diwakili oleh Direktur Rumah Sakit Daya Dr. Hj St Saenab, Nb, Mkes. Dalam sambutannya beliau menyambut baik even dilaksanakan tersebut, karena selaras dengan visi kota Makassar untuk menjadi Cyber City, kota berkelas dunia yang memajukan konsep go green, dan yang pasti dapat memberikan pelayanan kesehatan yang lebih baik kepada masyarakat,” imbuhnya.

Dalam kesempatan tersebut juga dipaparkan materi utama presentasi Smart Hospital yang disampaikan oleh DNI Walad Senior Officer Solution DBS dan Rizal Maidin Senior Manager Business Development AdMedika.

Pada pemaparannya, DNI Walad menjelaskan konsep Cloud Computing dari Telkom yang mensolusikan berbagai kebutuhan Corporate Customer sekaligus antara kebutuhan Link dan Aplikasi, sehingga dapat menghemat biaya investasi implementasi IT,” ujarnya.

Sementara Rizal Maidin dalam presentasinya menguraikan berbagai keunggulan Aplikasi Smart Hospital dari AdMedika tidak saja sebagai solusi management Rumah Sakit tapi juga mensolusikan koneksi B2B dengan Pharmacy dan Asuransi. Presentasi dari AdMedika dilengkapi demo Aplikasi menggunakan akses Astinet dan didemokan juga penggunaan EDC kartu asuransi.

Sebagai rangkaian acara tersebut juga dilaksanakan penandatanganan Nota Kesepakatan Telkom dengan RS Bhayangkara Makassar untuk menggunakan koneksi Astinet dan aplikasi Smart Hospital. Selain itu juga ditandatangi MOU dengan RS Pelamonia, RS Ibnu Sina, Makassar RS Andi Makassau pare-pare dan RS Anutapura Palu. Sementara Nota kesepakatan trial aplikasi disepakati dengan RS Grestelina, RS Daya, RS Chadijah, RS AU, RS AL, RSUD Pangkep, RS Pertiwi, dan RS Labuang Baji Makassar.

http://sme.telkom.net.id/display_readmore/207

Selasa, 14 Juni 2011

Admedika incar pasar rumah sakit di KTI

MAKASSAR: Anak perusahaan PT Telkom Tbk, PT Administrasi Medika, menawarkan pelayanan teknologi informasi terintegrasi dengan sistem cloud service untuk manajemen rumah sakit di kawasan timur.

Senior Manager Business Development PT Administrasi Medika Rizal Maidin mengatakan penyimpanan data dilakukan dengan sistem pihak ketiga, di mana tidak perlu lagi menggunakan hard disc komputer yang kapasitasnya akan selalu mengecil. Sistem ini diklaim memudahkan pasien dan calon pasien.

“Rumah sakit akan lebih mudah mengenali pasien dan informasi bisa dibagikan ke sistem mengenai kondisi terakhir pasien, tidak perlu lagi mencari data hard copy,” ujarnya usai melakukan presentasi di depan sejumlah pengelola rumah sakit di KTI di Makassar, hari ini.

Makassar akan menjadi kota pilot project pertama Admedika yang selama ini hanya terkonsentrasi di Jawa dan Sumatra.

“Daerah di KTI sebenarnya banyak telah melek teknologi, sehingga mekanisme pelayanan berbasis IT ini kami coba tawarkan,” tukasnya.

Dia mengatakan sejak layanan ini dipromosikan tahun lalu, sudah 16 rumah sakit di Jawa menjadi klien.

Pihaknya menjamin keamanan data rumah sakit yang tersimpan dalam sistem. “Minimal anggaran yang dibutuhkan untuk kapasitas 2 MB adalah Rp10 juta per tahun untuk layanan basic. Ada pelanggan kami yang berlangganan hingga Rp300 juta per tahun,” tukasnya. (kmy)


http://www.bisnis-kti.com/index.php/2011/05/admedika-incar-pasar-rumah-sakit-di-kti/


Rabu, 15 April 2009

Masa Depan Teknologi Informasi Kesehatan


Teknologi informasi dalam pelayanan kesehatan 

Teknologi informasi kesehatan didefinisikan sebagai penggunaan teknologi untuk mengatur dan menyebarkan informasi medis bagi konsumen, tenaga medis, dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam pelayanan kesehatan (Blumenthal dan Glaser, 2007).

Kajian Ebell dan Frame (2001) menyatakan bahwa TI berperan dalam fungsi rekam medik, komunikasi, pendukung pengambilan keputusan klinis, dan proses pembelajaran.

Rekam medik elektronik merupakan salah satu contoh keberhasilan TI dalam menunjang praktek klinik. Rekam medik elektronik secara lambat namun pasti mulai diadopsi oleh berbagai pusat pelayanan kesehatan baik didunia maupun Indonesia.

Dalam tugasnya sehari-hari para praktisi kesehatan seringkali dihadapkan pada berbagai masalah dan ketidakpastian. Perkembangan ilmu kedokteran yang sedemikian maju telah membuktikan bahwa banyak upaya-upaya medik mulai diagnostik hingga terapetik yang dulu dianggap benar, saat ini telah mulai ditinggalkan karena terbukti do more harm than good.

Para petugas kesehatan seringkali dihadapkan pada setumpuk data klinis yang harus disimpulkan untuk dapat mengambil keputusan klinik yang baik.

Sistem pendukung keputusan klinis dipergunakan sebagai salah satu perangkat untuk mengatasi berbagai masalah tersebut. Sistem pendukung keputusan klinis akan memberikan informasi, penilaian, dan rekomendasi yang digunakan untuk pengambilan keputusan pada pasien individual.

Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan efektivitas penggunaan sistem komputer untuk memperbaiki praktek peresepan (Bates dan Gawande, 2003). Kajian yang lebih baru oleh Chaudhry, dkk (2006) menyimpulkan bahwa penggunaan teknologi informasi dapat bermanfaat untuk meningkatkan kepatuhan terhadap standar pelayanan medik, dan mengurangi risiko kesalahan pengobatan.

Kajian sistematis Kawanoto, dkk (2005) pada 70 penelitian terdahulu menunjukkan bahwa sistem pendukung keputusan klinis terbukti meningkatkan pelayanan klinik pada 68% studi.

Analisis lebih lanjut menunjukkan 4 ciri yang signifikan untuk sebuah sistem dapat meningkatkan mutu pelayanan yaitu: (1) sebagai bagian yang otomatis dalam alur kerja klinisi, (2) sistem memberikan rekomendasi tertentu dan bukan hanya assessment, (3) sistem ada di tempat dan pada waktu pengambilan keputusan diperlukan, dan (4) sistem yang berbasis komputer.

Keunggulan penggunaan sistem pendukung keputusan klinis adalah:

(1) meningkatkan keamanan pasien, dengan mengurangi medication error, dan kejadian efek samping yang tidak perlu, serta mengurangi kealahan tes yang tidak perlu,

(2) meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, meningkatkan pelaksanaan clinical pathway dan evidence-based clinical practice guideline, dan menfasilitasi penggunaan bukti-bukti ilmiah pendukung yang terbaik dalam pelayanan kepada pasien,

(3) meningkatkan efisiensi dalam pelayanan kesehatan, dengan mengurangi biaya yang tidak perlu, mengurangi duplikasi tes, mengurangi variasi dan pemborosan peresepan.

Teknologi informasi dan proses pembelajaran kedokteran

Saat ini di dunia kesehatan global berkembang konsep Evidence Based Medicine. Konsep Evidence Based Medicine (EBM) merupakan integrasi dari bukti-bukti penelitian yang terbaik dengan kemampuan klinik dan nilai-nilai yang dimiliki pasien. Bukti-bukti penelitian yang terbaik biasanya berasal dari penelitian-penelitian klinik yang relevan.

Kemampuan klinik merupakan komponen yang penting dalam penerapan konsep EBM, Nilai-nilai yang dimiliki pasien merupakan harapan dan keiinginan yang dimiliki pasien pada saat berobat, dan harus pula diintegrasikan dalam pengamblan keputusan klinik pada saat melayani pasien tersebut (Sacket, 2000). Ketiga elemen dasar tersebut harus diintegrasikan, sehingga dapat dicapai hasil penatalaksanaan yang optimal dan peningkatan kualitas hidup.

Pertanyaan kritis yang muncul adalah ”bagaimana seorang petugas pelayanan kesehatan atau mahasiswa kedokteran dapat terus menerus memperoleh bukti-bukti ilmiah yang terkini dan terbaik?”

Pada 2 dekade yang lalu pembelajaran lebih banyak didasarkan pada buku teks. Seseorang yang ingin mendapat ilmu pengetahuan yang baru harus pergi ke perpustakaan dan mencari secara manual di dalam buku teks. Hal ini akan sangat menyita waktu dan tenaga.

Salah satu peran teknologi informasi dalam praktek EBM adalah tersedianya sumber referensi dan bukti ilmiah yang dapat diakses secara online. Berbagai bukti ilmiah yang tersebar di seluruh dunia dikompilasi dalam sebuah database di dalam www.pubmed.com.

Pelacakan manual mungkin sekali akan melewatkan berbagai artikel yang valid dan penting. Berbagai jurnal biomedik dan Kedokteran dapat diakses secara gratis dalam bentuk full text secara online. Hal yang mungkin masih menjadi angan-angan dalam waktu 20 tahun yang lalu.

Hambatan dalam adoppsi TI bagi dunia kesehatan

Bates dan Gawande (2003) mengidentifikasi 3 faktor penghambat utama dalam penerapan teknologi informasi pada praktek klinik sehari-hari, yaitu:

(1) hambatan finansial, pengembangan sistem pendukung keputusan klinis memerlukan biaya tersendiri, dan perlu biaya tambahan untuk mengevaluasi secara berkala hasil guna sistem tersebut,

(2) belum adanya standar, belum ada standar data-data apa saja yang direkomendasikan oleh organisasi profesi tertentu untuk dimasukkan dalam sistem pendukung keputusan klinis, saat ini sistem yang ada masih sangat bervariasi,

(3) hambatan kultural, penggunaan teknologi informasi belum dipandang sebagai suatu hal yang penting bagi para dokter dan manajer kesehatan.

Pada situasi di negara berkembang seperti Indonesia, menurut pandangan penulis hambatan yang lain adalah penguasan teknologi informasi oleh para praktisi pelayan kesehatan. Di waktu mendatang, ada haapan yang besar akan peran teknologi informasi medis untuk meningkatkan mutu layanan medik dan keselamatan pasien.

Bagaimana masa depan TI dalam dunia kesehatan?

Perubahan adalah sesuatu hal yang selelu terjadi, baik disukai maupun tidak. Adopsi teknologi informasi dalam dunia kesehatan merupakan fenomena global yang juga akan terjadi di tempat kita. Keridakmampuan suatu organisasi pelayanan kesehatan untuk beradaptasi dengan nilai-nilai global akan menjadikan organisasi tersebut ketinggalam jaman.

Kajian yang dilakukan oleh Bodenheimer dan Grunbach (2003) menunjukkan bahwa secara perlahan namun pasti TI mulai mengambil banyak peran dalam dunia kesehatan. Blumenthal dan Glaser (2007) menunjukkan bahwa rekam medik elektronik telah diadopsi oleh 50% kelompok dokter di Amerika Serikat. Beberpa kritik tajam muncul dalam penggunaan TI.

Kritik tersebut antara lain: (1) TI menuntut waktu ekstra dan sumber daya manusia yang khusus, (2) pengembangan TI terlalu mahal, dan (3) belum ada standar software yang baku untuk suatu organisasi pelayanan kesehatan.

Dalam pertemuan baru-baru ini Prof Antonio Marques dari Portugal menyatakan bahwa resep sukses suatu teknologi informasi untuk dapat meningkatkan mutu layanan kesehatan adalah dukungan kultural dan kesiapan semua pihak dalam organisasi pelayanan kesehatan untuk berubah.

Resep sukses yang lain adalah TI yang digunakan harus mudah dipahami, efektif, dan tersedia onsite dalam pelayanan. Sebuah aturan baku untuk menilai efektivitas suatu software juga harus dikembangkan. Sebuah software yang dikembangkan tidak sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu kesehatan yang baik dan mutakhir dapat membuat pelayanan kesehatan yang misleading atau tidak efektif.

Salah satu konsep yang harus dipahami oleh semua pihak adalah bahwa adopsi TI bagi dunia kesehatan harus tetap berprinsip pada peningkatan keselamatan pasien dan mutu layanan kesehatan.

Teknologi informasi harus memberikan kontribusi untuk ”do more good than harm” dalam pelayanan kesehatan. Hal ini membuat suatu program evaluasi yang kontinyu dan sistem monitoring yang baik menjadi bagian yang harus selalu ada dalam adopsi TI bagi dunia medis.


*) Rizaldy Pinzon (dokter, neurolog)

Jumat, 18 Juli 2008

Peran Teknologi Informasi untuk Mendukung Manajemen Informasi Kesehatan di Rumah Sakit

A. PendahuluanPerkembangan teknologi informasi yang begitu pesat telah merambah ke berbagai sektor termasuk kesehatan. Meskipun dunia kesehatan (dan medis) merupakan bidang yang bersifat information-intensive, akan tetapi adopsi teknologi informasi relatif tertinggal. Sebagai contoh, ketika transaksi finansial secara elektronik sudah menjadi salah satu prosedur standar dalam dunia perbankan, sebagian besar rumah sakit di Indonesia baru dalam tahap perencanaan pengembangan billing system. Meskipun rumah sakit dikenal sebagai organisasi yang padat modal-padat karya, tetapi investasi teknologi informasi masih merupakan bagian kecil. Di AS, negara yang relatif maju baik dari sisi anggaran kesehatan maupun teknologi informasinya, rumah sakit rerata hanya menginvestasinya 2% untuk teknologi informasi.
Di sisi yang lain, masyarakat menyadari bahwa teknologi informasi merupakan salah satu tool penting dalam peradaban manusia untuk mengatasi (sebagian) masalah derasnya arus informasi. Teknologi informasi (dan komunikasi) saat ini adalah bagian penting dalam manajemen informasi. Di dunia medis, dengan perkembangan pengetahuan yang begitu cepat (kurang lebih 750.000 artikel terbaru di jurnal kedokteran dipublikasikan tiap tahun), dokter akan cepat tertinggal jika tidak memanfaatkan berbagai tool untuk mengudapte perkembangan terbaru. Selain memiliki potensi dalam memfilter data dan mengolah menjadi informasi, TI mampu menyimpannya dengan jumlah kapasitas jauh lebih banyak dari cara-cara manual. Konvergensi dengan teknologi komunikasi juga memungkinkan data kesehatan di-share secara mudah dan cepat. Disamping itu, teknologi memiliki karakteristik perkembangan yang sangat cepat. Setiap dua tahun, akan muncul produk baru dengan kemampuan pengolahan yang dua kali lebih cepat dan kapasitas penyimpanan dua kali lebih besar serta berbagai aplikasi inovatif terbaru. Dengan berbagai potensinya ini, adalah naif apabila manajemen informasi kesehatan di rumah sakit tidak memberikan perhatian istimewa. Artikel ini secara khusus akan membahas perkembangan teknologi informasi untuk mendukung manajemen rekam medis secara lebih efektif dan efisien. Tulisan ini akan dimulai dengan berbagai contoh aplikasi teknologi informasi, faktor yang mempengaruhi keberhasilan serta refleksi bagi komunitas rekam medis. B. Aplikasi teknologi informasi untuk mendukung manajemen informasi kesehatanSecara umum masyarakat mengenal produk teknologi informasi dalam bentuk perangkat keras, perangkat lunak dan infrastruktur. Perangkat keras meliputi perangkat input (keyboard, monitor, touch screen, scanner, mike, camera digital, perekam video, barcode reader, maupun alat digitasi lain dari bentuk analog ke digital). Perangkat keras ini bertujuan untuk menerima masukan data/informasi ke dalam bentuk digital agar dapat diolah melalui perangkat komputer. Selanjutnya, terdapat perangkat keras pemroses lebih dikenal sebagai CPU (central procesing unit) dan memori komputer. Perangkat keras ini berfungsi untuk mengolah serta mengelola sistem komputer dengan dikendalikan oleh sistem operasi komputer. Selain itu, terdapat juga perangkat keras penyimpan data baik yang bersifat tetap (hard disk) maupun portabel (removable disk). Perangkat keras berikutnya adalah perangkat outuput yang menampilkan hasil olahan komputer kepada pengguna melalui monitor, printer, speaker, LCD maupun bentuk respon lainnya.
Selanjutnya dalam perangkat lunak dibedakan sistem operasi (misalnya Windows, Linux atau Mac) yang bertugas untuk mengelola hidup matinya komputer, menhubungkan media input dan output serta mengendalikan berbagai perangkat lunak aplikasi maupun utiliti di komputer. Sedangkan perangkat aplikasi adalah program praktis yang digunakan untuk membantu pelaksanaan tugas yang spesifik seperti menulis, membuat lembar kerja, membuat presentasi, mengelola database dan lain sebagainya. Selain itu terdapat juga program utility yang membantu sistem operasi dalam pengelolaan fungsi tertentu seperti manajemen memori, keamanan komputer dan lain-lain.
Pada aspek infrastruktur, kita mengenal ada istilah jaringan komputer baik yang bersifat terbatas dan dalam kawasan tertentu (misalnya satu gedung) yang dikenal dengan nama Local Area Network maupun jaringan yang lebih luas, bahkan bisa meliputi satu kabupaten atau negara atau yang dikenal sebagai Wide Area Network (WAN). Saat ini, aspek infrastruktur dalam teknologi informasi seringkali disatukan dengan perkembangan teknologi komunikasi. Sehingga muncul istilah konvergensi teknologi informasi dan komunikasi. Perangkat PDA (personal digital assistant) yang berperan sebagai komputer genggam tetapi sarat dengan fungsi komunikasi (baik Wi-Fi, bluetooth maupun GSM) merupakan salah satu contoh diantaranya.
Perangkat keras (baik input, pemroses, penyimpan, maupun output), perangkat lunak serta infrastruktur, ketiga-tiganya memiliki potensi besar untuk meningkatkan efektivitas maupun efisiensi manajemen informasi kesehatan. Beberapa contoh penting yang akan diulas adalah (1)rekam medis berbasis komputer, (2) teknologi penyimpan portabel seperti smart card,(3) teknologi nirkabel dan (4) komputer genggam.
B.1. Rekam medis berbasis komputer (Computer based patient record)Salah satu tantangan besar dalam penerapan teknologi informasi dan komunikasi di rumah sakit adalah penerapan rekam medis medis berbasis komputer. Dalam laporan resminya, Intitute of Medicine mencatat bahwa hingga saat ini masih sedikit bukti yang menunjukkan keberhasilan penerapan rekam medis berbasis komputer secara utuh, komprehensif dan dapat dijadikan data model bagi rumah sakit lainnya[1].Pengertian rekam medis berbasis komputer bervariasi, akan tetapi, secara prinsip adalah penggunaan database untuk mencatat semua data medis, demografis serta setiap event dalam manajemen pasien di rumah sakit. Rekam medis berbasis komputer akan menghimpun berbagai data klinis pasien baik yang berasal dari hasil pemeriksaan dokter, digitasi dari alat diagnosisi (EKG, radiologi, dll), konversi hasil pemeriksaan laboratorium maupun interpretasi klinis. Rekam medis berbasis komputer yang lengkap biasanya disertai dengan fasilitas sistem pendukung keputusan (SPK) yang memungkinkan pemberian alert, reminder, bantuan diagnosis maupun terapi agar dokter maupun klinisi dapat mematuhi protokol klinik. Gambar 1. Alert tentang permintaan lab yang berlebihan dalam salah satu model aplikasi rekam medis berbasis komputer
B.2. Teknologi penyimpan data portableSalah satu aspek penting dalam pelayanan kesehatan yang menggunakan pendekatan rujukan (referral system) adalah continuity of care. Dalam konsep ini, pelayanan kesehatan di tingkat primer memiliki tingkat konektivitas yang tinggi dengan tingkat rujukan di atasnya. Salah satu syaratnya adalah adanya komunikasi data medis secara mudah dan efektif. Beberapa pendekatan yang dilakukan menggunakan teknologi informasi adalah penggunaan smart card (kartu cerdas yang memungkinkan penyimpanan data sementara). Smart card sudah digunakan di beberapa negara Eropa maupun AS sehingga memudahkan pasien, dokter maupun pihak asuransi kesehatan. Dalam smart card tersebut, selain data demografis, beberapa data diagnosisi terakhir juga akan tercatat. Teknologi penyimpan portabel lainnya adalah model web based electronic health record yang memungkinkan pasien menyimpan data sementara kesehatan mereka di Internet. Data tersebut kemudian dapat diakses oleh dokter atau rumah sakit setelah diotorisasi oleh pasien. Teknologi ini merupakan salah satu model aplikasi telemedicine yang tidak berjalan secara real time.
Aplikasi penyimpan data portabel sederhana adalah bar code (atau kode batang). Kode batang ini sudah jamak digunakan di kalangan industri sebagai penanda unik merek datang tertentu. Hal ini jelas sekali mempermudah supermarket dan gudang dalam manajemen retail dan inventori. Food and Drug Administration (FDA) di AS telah mewajibkan seluruh pabrik obat di AS untuk menggunakan barcode sebagai penanda obat. Penggunaan bar code juga akan bermanfaat bagi apotik dan instalasi farmasi di rumah sakit dalam mempercepat proses inventori. Selain itu, penggunaan barcode juga dapat digunakan sebagai penanda unik pada kartu dan rekam medis pasien.
Teknologi penanda unik yang sekarang semakin populer adalah RFID (radio frequency identifier) yang memungkinkan pengidentifikasikan identitas melalui radio frekuensi. Jika menggunakan barcode, rumah sakit masih memerlukan barcode reader, maka penggunaan RFID akan mengeliminasi penggunaan alat tersebut. Setiap barang (misalnya obat ataupun berkas rekam medis) yang disertai dengan RFID akan mengirimkan sinyal terus menerus ke dalam database komputer. Sehingga pengidentifikasian akan berjalan secara otomatis.
B. 3. Teknologi nirkabelPemanfaatan jaringan computer dalam dunia medis sebenarnya sudah dirintis sejak hampir 40 tahun yang lalu. Pada tahun 1976/1977, University of Vermon Hospital dan Walter Reed Army Hospital mengembangkan local area network (LAN) yang memungkinkan pengguna dapat log on ke berbagai komputer dari satu terminal di nursing station. Saat itu, media yang digunakan masih berupa kabel koaxial. Saat ini, jaringan nir kabel menjadi primadona karena pengguna tetap tersambung ke dalam jaringan tanpa terhambat mobilitasnya oleh kabel. Melalui jaringan nir kabel, dokter dapat selalu terkoneksi ke dalam database pasien tanpa harus terganggun mobilitasnya.
B. 4. Komputer genggam (Personal Digital Assistant)Saat ini, penggunaan komputer genggam (PDA) menjadi hal yang semakin lumrah di kalangan medis. Di Kanada, limapuluh persen dokter yang berusia di bawah 35 tahun menggunakan PDA. PDA dapat digunakan untuk menyimpan berbagai data klinis pasien, informasi obat, maupun panduan terapi/penanganan klinis tertentu. Beberapa situs di Internet memberikan contoh aplikasi klinis yang dapta digunakan di PDA seperti epocrates. Pemanfaatan PDA yang sudah disertai dengan jaringan telepon memungkinkan dokter tetap dapat memiliki akses terhadap database pasien di rumahs akit melalui jaringan Internet. Salah satu contoh penerapan teknologi telemedicine adalah pengiriman data radiologis pasien yang dapat dikirimkan secara langsung melalui jaringan GSM. Selanjutnya dokter dapat memberikan interpretasinya secara langsung PDA dan memberikan feedback kepada rumah sakit.
C. Apa faktor keberhasilan penerapan rekam medis berbasis komputer?Memang, hingga saat ini tidak ada satu rumah sakit di dunia yang dapat menerapkan konsep rekam medis elektronik yang ideal. Namun demikian, beberapa penelitian melaporkan karakteristik dan pengalaman rumah sakit dalam menerapkan rekam medis elektronik. Doolan, Bates dan James[2] mempublikasikan suatu studi tentang keberhasilan penerapan 5 rumah sakit utama di AS yang menerapkan rekam medis berbasis komputer dan mendapatkan penghargaan Computer-Based Patient Record Institute Davies’ Award. Kelimanya adalah : 1. LDS Hospital, Salt Lake City (LDSH) pada 19952. Wishard Memorial Hospital, Indianapolis (WMH) tahun 19973. Brigham and Women’s Hospital, Boston (BWH) tahun 19964. Queen’s Medical Center, Honolulu (QMC) in19995. Veteran’s Affairs Puget Sound Healthcare System, Seattle and Tacoma (VAPS) tahun 2000
Kelima rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit pendidikan dengan jumlah tempat tidur bervariasi (dari 246-712 TT). Berdasarkan kepemilikan, 3 diantaranya merupakan rumah sakit swasta non profit (no 1, 3 dan 4), 1 merupakan rumah sakit daerah (nomer 2) dan 1 rumah sakit tentara (nomer 5).Rekam medis elektronis telah diterapkan untuk mendukung pelayanan rawat inap, rawat jalan maupun rawat darurat. Berbagai hasil pemeriksaan laboratoris baik berupa teks, angka maupun gambar (seperti patologi, radiologi, kedokteran nuklir, kardiologi sampai ke neurologi sudah tersedia dalam format elektronik. Disamping itu, catatan klinis pasien yang ditemukan oleh dokter maupun perawat juga telah dimasukkan ke alam komputer baik secara langsung (dalam bentuk teks bebas atau terkode) maupun menggunakan dictation system. Sedangkan pada bagian rawat intensif, komputer akan mengcapture data secara langsung dari berbagai monitor dan peralatan elektronik. Sistem pendukung keputusan (SPK) juga sudah diterapkan untuk membantu dokter dan perawat dalam menentukan diagnosis, pemberitahuan riwayat alergi, pemilihan obat serta mematuhi protokol klinik. Dengan kelengkapan fasilitas elektronik, dokter secara rutin menggunakan komputer untuk menemukan pasien, mencari data klinis serta memberikan instruksi klinis. Namun demikian, bukan berarti kertas tidak digunakan. Dokter masih menggunakannya untuk mencetak ringkasan data klinis pasien rawat inap sewaktu melakukan visit. Di bagian rawat jalan, ringkasan klinis tersebut dicetak oleh staf administratif terlebih dahulu.
Meskipun menggunakan pendekatan, jenis aplikasi serta pengalaman yang berbeda-beda, namun secara umum ada kesamaan faktor yang faktor yang menentukan keberhasilan mereka dalam menerapkan rekam medis berbasis komputer, yaitu:Leadership, komitmen dan visi organisasiLeadership dari pimpinan rumah sakit merupakan faktor terpenting. Hal ini ditandai dengan komitmen jangka panjang serta visi sangat jelas. Seringkali klinisi senior yang menjadi leader dalam komputerisasi dan menjalin kerjasama dengan ahli informatika. Selanjutnya komitmen tersebut direalisasikan secara finansial maupun sumber daya manusia.Bertujuan untuk meningkatkan proses klinis dan pelayanan pasien.Kunci keberhasilan kedua pengembangan sistem merupakan investasi untuk memperbaiki dan meningkatkan proses klinis dan pelayanan pasien. Saat ini, seiring dengan isyu medical error dan patient safety, kebutuhan pengembangan IT menjadi semakin dominan.Melibatkan klinisi dalam perancangan dan modifikasi sistem.Di kelima rumah sakit tersebut, berbagai upaya dilakukan, baik formal maupun non formal untuk melibatkan dokter dan dalam perancangan dan modifikasi sistem. Dokter, perawat maupun tenaga kesehatan lain yang memiliki pengalaman informatik dilibatkan sebagai penghubung antara klinisi dan sistem informasi. Hal ini terutama sangat penting dalam merancangn sistem pendukung keputusan klinis. Salah satu manajer IT mengatakan bahwa “We had over 530 people involved, and doctors hired to help us design screens and everything. The doctors were very much part of the effort.”Menjaga dan meningkatkan produktivitas klinisMeskipun diakui bahwa penggunaan komputer menambah beban bagi dokter, tetapi rumah sakit menyediakan fasilitas yang sangat mendukung. Jaringan nir kabel disediakan agar dokter tetap dapat mengakses data secara mobile. Demikian juga, fasilitas Internet memungkinkan mereka memantau perkembangan pasien dari rumah. Komputer juga tersedia secara merata, untuk rawat jalan perbandingan tempat tidur dengan komputer antara 1:3-5, bahkan di LDS 1:1. Sedangkan di unit rawat jalan 1 ruang 1 komputer.Menjaga momentum dan dukungan terhadap klinisi.Salah satu dokter mengatakan bahwa “..We demonstrated and talked about it and evangelized the clinical staff that this was something good, something sexy, high tech and innovative and it was going to be expected to be utilized.” Karena kesemuanya adalah rumah sakit pendidikan, setiap residen diharuskan menggunakan komputer untuk mencatat perkembangan pasien. Akan tetapi, memelihara momentum agar dokter dapat menggunakan komputer secara langsung bervariasi, dari 3 tahunan hingga satu dekade.
Pengalaman di atas mengungkapkan bahwa penerapan IT untuk rekam medis merupakan effort yang luar biasa yang tercermin mulai dari leadership pimpinan, komitmen finansial dan SDM, tujuan organisasi, proses perancangan yang melelahkan, networking antara tenaga medis, non medis dan informatik hingga menjaga momentum.
D. Hambatan dan kendalaNamun demikian, tidak dipungkiri bahwa masih banyak kendala dalam penerapan teknologi informasi untuk manajemen kesehatan di rumah sakit. Jika masih dalam taraf pengembangan sistem informasi transaksi (misalnya data administratif, keuangan dan demografis) problem sosiokltural tidak terlalu kentara. Namun demikian, jika sudah sampai aspek klinis, tantangan akan semakin besar. Di sisi lain, persoalan kesiapan SDM seringkali menjadi pengganjal. Pemahaman tenaga kesehatan di rumah sakit terhadap potensi TI kadang menjadi lemah karena pemahaman yang keliru. Oleh karena itu penguatan pada aspek pengetahuan dan ketrampilan merupakan salah satu kuncinya. Disamping itu, tentu saja adalah masalah finansial. Tanpa disertai dengan bantuan tenaga ahli yang baik, terkadang investasi TI hanya akan memberikan pemborosan tanpa ada nilai lebihnya. Yang terakhir adalah kecurigaan terhadap lemahnya aspek security, konfidensialitas dan privacy data medis.
E. Menerapkan aplikasiBagaimana memilih dan menerapkan aplikasi teknologi informasi untuk manajemen kesehatan di rumah sakit?Ini merupakan pertanyaan krusial yang harus dijawab. Melihat pada pengalaman di atas, kita harus mengembalikan kepada komitmen, visi dan leadership dari organisasi. Apakah ini hanya karena ikut-ikutan atau memang sudah tertuang dalam rencana stratejik rumah sakit? Selain itu, bagaimana implikasi biaya dan sumber daya manusia? Bagaimana menjalin kerjasama antar berbagai komponen di rumah sakit, baik tenaga medis maupun non medis?
Jika pertanyaan tersebut sudah dijawab, kita dapat memilih aplikasi yang sesuai dengan kemampuan organisasi. Langkah yang paling penting adalah pengembangan sistem informasi transaksional (data administratif dan klinis sederhana). Selanjutnya, pengembangan level kedua, yaitu sistem informasi manajemen dan sistem sistem informasi eksekutif(sistem pendukung keputusan) dapat dilakukan kemudian. Aplikasi SMS sebagai reminder bagi ibu hamil untuk memeriksakan secara tepat waktu juga meruapakan salah satu model SPK bagi pasien. Demikian juga model serupa agar jadwal imunisasi bagi balita tidak terlambat. Investasi yang diperlukan cukup dengan komputer yang telah diisi dengan database klinik pasien, nomer HP serta rule mengenai penjadwalan imunisasi. Penerapan jaringan wireless saat ini juga bukan investasi yang mahal. Dan masih seabreg inovasi lain yang dapat dikembangkan.
Dari konteks teknologi informasi dan komunikasi, dapat dikatakan bahwa pelbagai aplikasi sangat potensial sekali diterapkan di dunia medis. Akan tetapi kita harus memperhatikan bahwa hingga saat ini secara kultural, dunia medis, termasuk yang sudah menerapkan infrastruktur elektronik secara canggih sebagian besar transaksi informasi klinis masih berjalan secara face to face[3]. Sehingga tidak salah bila ada yang mengatakan bahwa keberhasilan sistem informasi di rumah sakit 90% merupakan masalah sosial kultural dan hanya 10% saja yang merupakan masalah informatika.
F. Penutup: refleksi bagi komunitas rekam medis Mengingat pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang cukup pesat, komunitas rekam medis perlu memahami berbagai konsep serta aplikasi medical informatics (informatika kedokteran). Informatika kedokteran (kadang disebut juga informatika kesehatan) adalah disiplin yang terlibat erat dengan komputer dan komunikasi serta pemanfaatannya di lingkungan kedokteran dikenal sebagai informatika kedokteran (medical informatics)[4]. Dalam pengertian yang lebih rinci, Shortliffe mendefinisikan informatika kedokteran sebagai berikut: “Disiplin ilmu yang berkembang dengan cepat yang berurusan dengan penyimpanan, penarikan dan penggunaan data, informasi, serta pengetahuan (knowledge) biomedik secara optimal untuk tujuan problem solving dan pengambilan keputusan. Oleh karena itu, informatika kedokteran bersentuhan dengan semua ilmu dasar dan terapan dalam kedokteran dan terkait sangat erat dengan teknologi informasi modern, yaitu komputer dan komunikasi. Kehadiran informatika kedokteran sebagai disiplin baru yang terutama disebabkan oleh pesatnya kemajuan teknologi komunikasi dan komputer, menimbulkan kesadaran bahwa pengetahuan kedokteran secara esensial tidak akan mampu terkelola (unmanageable) oleh metode berbasis kertas (paper-based methods).”[5]. Lingkup kajian informatika kedokteran meliputi teori dan terapan[6]. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa informatika kedokteran merupakan disiplin ilmu tersendiri.
Secara terapan, aplikasi informatika kedokteran meliputi rekam medik elektronik, sistem pendukung keputusan medik, sistem penarikan informasi kedokteran, hingga pemanfaatan internet dan intranet untuk sektor kesehatan, termasuk merangkaikan sistem informasi klinik dengan penelusuran bibliografi berbasis internet[7]. Dengan demikian, komunitas rekam medis akan memiliki wawasan yang luas mengenai prospek teknologi informasi serta mampu menjembatani klinisi (pengguna dan penyedia utama informasi kesehatan) dengan para ahli komputer (informatika) yang bertujuan merancang desain aplikasi dan sistem agar dapat menghasilkan produk aplikasi manajemen informasi kesehatan di rumah sakit yang lebih efektif dan efisien.
Referensi[1] Tang PC, Hammond WE. A progress report on computerbased patient records in the United States. In Dick RS, Steen EB, Detmer DE (eds): The Computer-based Patient Record: An Essential Technology for Healthcare, 2nd ed. Washington, DC, National Academy Press, 1997, pp 1–20.[2] Doolan, DF, Bates DW, James, BC. The Use of Computers for Clinical Care: A Case Series of Advanced U.S. Sites. J Am Med Inform Assoc. 2003;10:94–107.[3] Coiera, E. Clarke, R. e-Consent: The Design and Implementation of Consumer ConsentMechanisms in an Electronic Environment. J Am Med Inform Assoc. 2004;11:129–140.[4] Shortliffe, E.H. Medical informatics meet medical education. 1995 (URL http://www-camis.stanford.edu/projects/smi-web/academics/jama-pulse.html)[5] Shortliffe EH, Perreault, L.E., Wiederhold G, Fagan, L.M., eds. Medical Informatics: Computer Application in Health Care. Reading, MA: Addison-Wesley; 1990[6] Greenes R.A., Shortliffe E.H. Medical informatics: An emerging academic discipline and institutional priority. JAMA 1990; 263:1115-1120[7] Cimino, JJ. Linking Patient Information Systems to Bibliographic Resources. Meth Inform Res 1996; 35:122-6*)disajikan dalam seminar rekam medis di Surakarta, Agustus 2005
Kategori: informatika kedokteran

sumber:http://anisfuad.wordpress.com/